Laman

Selasa, 05 Oktober 2010

Harta Karun Kakek

Kring...Kring... Aku tersentak kaget menyusul dering suara alarm di kamarku secepat kilat kusambar dan kumatikan weker tersebut. Mataku tetap terpejam tak mau terbuka karena semalam aku habis begadang menyelesaikan tugasku. Kupaksa membuka mataku walaupun aku tak ingin, tapi hari ini aku harus sekolah. Ketika mataku belum terbuka seratus persen kulihat jarum jam yang tetera di jam dinding yang tepat berada didepan kasurku.Aku panik setengah mati, karena jarum jam sudah menunjukan pukul tujuh. Hah... apa gak salah ? Sudah jam tujuh. Secepat kilat aku menyambar handuk yang belum sempat kubereskan semalam.
“Telambat … terlambat … terlambat” teriakku, secepat bebek aku langsung mandi. Tanpa ampun ku gosok badanku dengan sabun.
“Huh... sebal hari senin yang menyebalkan” tiba-tiba aku teringat, inikan hari minggu. Sial dua kali deh . Oh ya perkenalkan namaku Rendi, Rendi Kuncoroningrat, anak sulung dari pasangan Pak Sulaiman dan ibu Eva Yarni. Aku juga mempunyai seorang adik perempuan namanya Syarifa Mutia Alkatiri, panggil saja Tia. Tahun ini merupakan tahun terakhirku di SD. Sekarang aku sudah bebas karena aku sudah mendapat ijazah SD ku dan sudah masuk SMP yang ku faforitkan.
Kata ayah minggu ini kami sekeluarga akan pergi ke rumah nenek di sukabumi. Nenek tinggal sendiri di sukabumi karena kakek sudah wafat satu tahun yang lalu. Kisah yang menyedihkan. Katanya kakek meninggal ketika pergi ke hutan, jasadnya ditemukan dalam kondisi yang amat baik. Padahal hutan itu penuh dengan hewan liar dan buas. Kakekku adalah seorang veteran perang Indonesia dengan Belanda pada agresi militer Belanda. Beliau adalah tentara yang gagah berani. Sehingga dihormati dikesatuannya dulu.
Besok pagi-pagi kami sekeluarga akan pergi kerumah nenek. Kami akan pergi selama satu minggu. Perjalanan ini adalah rutinitas keluarga kami yang dilakukan saban tahun. Kami kerumah nenek tidak sendiri, biasanya ada rombongan Paman Agus, Bibi Ani beserta anak-anaknya. Uh apa bila Paman Agus datang maka ramailah rumah nenek, sebeb ada trio anaknya Paman Agus yaitu Tito, Fatih, dan Imam. Mereka itu anak yang super nakal malas dan sebagainya. Pernah suatu ketika mereka di ajak nenek ke masjid tetapi mereka serempak berkata ”emoooh” seperti suara sapi. Ah semoga besok akan menjadi hari yang indah.

***
Selepas shalat subuh dimasjid, kami sekeluarga langsung siap-siap mangepak barang yang akan dibawa kerumah nenek. Kami akan berangkat pukul enam. Ibu dan Tia sibuk beres-beres barang yang akan dibawa. Ayah dan aku sibuk di bagasi untuk mencuci mobil.
Barang bawaan sudah beres, maka kini giliran aku dan ayah yang memasukkan barang- barang ke dalam mobil.
“Mobil sudah siap, barang bawaan siap. Ayo berangkat !” ayah memberi instruksi.
“Ayo” semua bersorak gembira
“Tunggu dulu, ada yang ketinggalan??”
Kami semua saling pandang tanda tidak tau dan semua serempak menjawab “Tidak ada!!!”
Perjalanan dimulai dari rumah kami. Mobil sudah melewati gang. Suasana hari ini sangat tidak medukung, hari ini hujan lebat yang membuat jalanan macet dan mobil yang telah dibersihkan menjadi kembali kotor. Namun, aku tetap merasa senang. Menurut ayah kami kami pergi kerumah nenek bukan saja sebagai wujud bakti kami pada nenek tetapi ini juga bisa disebut sebagai refressing setelah ujan semester. Perjalanan telah sampai setengahnya, terlihat gunung bunder dan gunung putri.

***
Pohon mulai banyak terlihat. Berartiberarti rumah nenek sudah dekat. Tertulis di gang besar 'desa sukamaju', rumah nenek berahda disekitar kaki gunung bunder. Di belakang remah nenek terdapat sungai yang jernih, sungai itu digunakan nenek untuk kebutuhan keluarga. Di pekarangan rumah nenek tumbuh tanaman kopi yang daunnya bisa digunakan sebagai the. Rumah nenek dikelilingi tanaman teh. Akhirnya sampailah kami dirumah nenek, kami disambut dengan hangatnya.
“ Wah akhirnya datang juga dua cucuku” nenek menyanbut kami yang baru saja datang
Ternyata rombongan Paman Agus sudah datang lebih dahulu daripada kami. Ibu memberi pesan kepada kami agar masuk ke kamar keluarga, ibu bilang ibu dan ayah mau mengobrol dengan nenek dulu. Tiba-tiba Tito mengagetkan kami yang yang baru saja masuk kamar.
“Halo ….. kakak- kakak baru datang ya.”
“Iman, Fatih kak ana dan kak Bima sudah datang.”
dari dapur terdengar suara langkah kaki, sepertinya itu itu iman dan Fatih.
“Kak katanya mau bawa talas bogor” Fatih tiba-tiba datang dari balik pintu.
“Ya … kak katanya mau bawa rusa istana bogor” Imam tiba-tiba keluar dari lemari.
“Gimana sich orang kakak baru datang tiba-tiba kalian minata oleh-oleh” ana gemes sekali pada anak-anak nakal itu.
“Kalian mau oleh-oleh ambil aja di mobil, tadi bibi sudah menyiapkan oleh-oleh buat kalian.” ku jawab permintaan mereka.
“Tapi Imam kakak nggak bawa rusa istana bogor, soalnya kakak sudah makan tadi ditengah jalan bareng kak ana.”
“Yah …. “ Imam kecewa
“Yah kasian deh Imam” sergah Fatih dan Tito.
“Awas ya kalian “ Imam mengejar Fatih dan Tito.
“Weeek kejar aja” Tito membalas dan tertawa.
Azan pun berkumandang dari masjid terdekat. Tanpa butuh istirahat aku dan ana pun pergi ke sumur untuk ambil wudlu, setelah itu terlihat nenek dan yang lain antre untuk berwudlu. Kami pun salat dirumah nenek.

***
Sehari pun berlalu, pagi ini udara dingin. Maklumlah, namanya juga kaki gunung,udara jelas dingin. Tapi nenek sudah bangun pukul tiga pagi untuk membangunkan kami. Nenek mengajak kami untuk salat malam bersama di ruang tengah. Paman Agus menjadi Imam, karena hapalan surat-suratnya sangat banyak, dan lagi suaranya merdu.
Udara sudah mulai hangat karena sudah pukul delapan. Terdengar ketukan kamar yang digunakan keluarga kami. Kebetulan yang berada dikamar hanya ada aku.
“Siapa” jawabku.
“Ini nenek, ayo makan sudah jam delapan” oh ternyata nenek.
Aku langsung bergegas membuka pintu karena ada yang harus aku bicarakan dengan nenek.
Pintu telah kubuka. Aku siap dengan pentanyaan yang akan ku tanyakan pada nenek.
“ Nek” kusapa nenek.
“Ada apa bim” nenek memanggil dengan pangilan kesukaanku.
“Nek ada yang pengen Bima tanyain.”
“Mau tanya apa bim”nenek membalas.
“Nek sepeda kakek kok nggak kelihatan lagi, disimpen dimana sich nek”.
“Oh sepeda kakek”nenek senpat tertegun” sepertinya sepeda kakek disimpan Paman Agus di gudang.”
“Oh disitu ya nek pantesan aku tidak melihatnya dari tadi pagi.”
“O… mau jalan-jalan ya.”
“Iya nek”
setelah itu aku mengalihkan pembicaraan dengan topik yang lain.
Karena semua anggota keluarga sudah berkumpul, maka kami pun berdoa dan meng habiskan hidangan. Masakan nenek terkenal enak makanya aku makan banyak. Tidak seperti ibu masakan ibu kurang enak dari pada masakan nenek, hal itu terjadi pada Bibi Ani masakan Bibi Ani juga seperti masakan ibu. Masakan bibi malahan lebih tidak enak dari pada masakan ibu.

****
setelah makan ada ketukan pintu belakkang rumah. Kulihat teman lamaku Iwan, Anto, dan Asep.
“Wah kapan dateng bim” Iwan bertanya kepadaku dan bersalaman denganku hal iyu diikuti oleh Asep dan Anto.
“Alhamdulillah sehat wan” ku jawab pertanyan Iwan.
”Bagaimana kabar kalian sobat.”
“Baik-baik aja kami” jawab Asep.
“Bim mau ikutan nggak, kami mau main ke danau” ajak Anto
“Wah gimana ya aku nggak ada alat transportasi.”
“Bukanya kamu ada sepeda milik mendiang kakek mu” Asep mangingatkan.
“Oh ya kok aku nggak ingat sich, ya udah kalian tunggu aja disini aku ambil dulu”
“Ya udah, kalau begitu kami nungguin di sungai saja, sekqliqn mencuci sepeda kami” Iwan menimpali.
Aku pun menuju gudang. Kubuka gudang, setelah di buka ternyata gudang berdebu sekali dan banyak sarang laba-laba. Pantas saja bedebu dan banyak laba-labanya. Setelah kakek meninggal tidak ada yang masuk ke dalam gudang. Kulihat sebuah sepeda tua milik kakek. Sepeda itu terlihat sangat terawat, tetapi sepeda itu banyak ditempeli debu dan sarang laba-laba. Dibawah sepeda itu terlihat sebuah kotak aneh kotak itu seperti kotak harta karun. dengan ukiran khas papua pada setiap bidangnya. kotak itu memiliki lis terbuat dari besi. dan warna kotak itu coklat, coklat seperti warna darah kering. Segera ku bawa keluar kotak itu dari gudang. Dan kukeluarkan juga sepeda kakek.
Setelah kubuka kotak itu kutemiu sebuah peta 'Peta yang akan menuntunmu menuju petualangan besar' terdapat tulisan itu pada bagian atas peta. Ku buka ikatan pada peta itu peta itu menunjukan gua yang berada di hutan gunung bunder. Aku pun tertarik ingin menemukan peta itu.
Maka aku pun memasukan peta itu dalam kotak.
Aku berjalan dan menuntun sepeda menuju sungai. Aku ingin menunjukan peta pada teman teman.
“Teman-teman aku menemukan kotak aneh”
“Kotak apan bim” Iwan bertanya.
“Paling kotak nggak jelas” komerntar Anto.
“Ini kotak berisi pata harta karun kok” ku balas dengan semangat.
Mereka akhirnya tertarik, dan mereka mendatangi ku. Setelah itu kubuka kotak itu dan menunjukan petanya. Setelah berpikir lama maka kami simpulkan bahwa peta itu adalah peta harta karun yang dibuat oleh kakek, maka dari itu aku berniat memecahkan teka-teki dari peta itu.

*****
Demi menjaga kerahasiaan isi peta itu maka kami tidak membocorkanisi dari peta itu pada orang lain. Esok harinya kami memulai petualangan. Agar orang tuaku tidak curiga maka aku mengatakan ingin jalan-jalan ke danau bersama teman-teman. Setelah itu aku membuka peta itu lagi dan mencoba memecahkan teka-teki lokasi pertama. Dalam peta itu ada empat jalan yang harus dilawati. Teka-teki nya merupakan syair baris
sebuah juring empat arah yang menengahi
arah juring terakhir sebuah pohon bola besar membumbung tinggi
arah juring pertama menyeret manusia menuju air terjun yang suci
arah juring kedua lorong tikus yang panjang membentang sunyi
arah juring ketiga gua tempat dua insan yang suci
“Teman-teman sepertinya kita harus mencari apa arti dari ke empat syair ini” bisikku pada mereka.
“Apa ya maksudnya”Asep berkomentar.
“Setelah ku lihat tadi aku menemukan sebuah peetunjuk, lihat saja peta ini pada gambar pertama ada gambar danau yang sepertinya mirip danau ini,” mulai lah Anto berbicara dengan dugaan-dugaannya.
“Apa hubunganya” Asep memberi komentar.
“Mungkin ada hubunganya sebuah pohon yang aneh di sebelah utara danau. Pohon itu berada di sebelah utara danau.” Anto kembali menjelaskan.
“Tolong jelaskan maksud profesor lebih rinci lagi” aku juga ikutan berkomentar.
“Akan aku lanjutkan, begini anak muda” gaya bicara Anto mulai aneh deh” sebenarnya bait kedua dan sampai ke lima membuat pola empat arah yang menjadikannya seperti kompas”
“O… seperti itu” kami berkoor ria.
“Lanjutkan prifesor” Iwan angkat bicara.
“Sedangkan bila kompas diidentikan dengan sebuah jam maka akan membentuk pola seperti pola empat arah. Karena pada jarum jam ada duabelas angka bila dibagi empat maka akan menunjukan angka dua belas atau nol, tiga, enam, dan sembilan. Maka dari itu sobat-sobat juring itu adalah juring terakhir atau arah utara dalam kompas, maka dari itu petunjuk pertama adalah sebuah pohon bulat batangnya di sebelah utara danau.” akhirnya Anto menyelsaikan penjelasanya.
“Jadi kesimpulannya adalah petujuk berupa pohon bulat itu,” Asep menyimpulkan.
“Betul anak muda” Anto masih bergaya seperti ilmuan.
Maka kami menuju tempat yang dituju. Tempat itu sepi, konon ada sebuah cerita horor yang menjadikan tempat itu menjadi sepi seperti sekarang. Dahulu tempat ini adalah tempat para tentara Indonesia untuk melawan penjajahan Belanda, lalu kenapa pohon itu berbentuk bulat? Konon pohon itu digunakan untuk tempat persembunyian tentara Indonesia. Para tentara dahulu masuk menembus pohon untuk bersembunyi dan menembaki tentara Belanda dari pohon. Tetapi para tentara Indonesia tidak dapat keluar maka dari itu pohon itu jadi melar dan membentuk bulat karena tentara Indonesia yang berlindung mati, karena tentara Belanda mengetahui persembunyian mereka dan menembak pohon itu. Konon bila pohon itu digores dengan benda tajam hingga kulit terkelupas makapohon itu akan mengeluarkan darah.
“Sudah sampai,“ akhirnya perjalanan yang lumayan panjang kami membuahkan hasil, pohon itu masih ada.
“Ini dia pohonnya” aku kagum karena pohon itu besar sekali, diameternya sama seperti panjang truk pengankut sayur.
“Setelah ini kemana prof,” Asep bertanya pada si'prfesor'.
“Setelah ini kita harus menuju air terjun suci, sepertinya pernah main di air terjun holi nggak”Anto bertanya pada kami.
“Ya pernah, bukanya itu air terjun yang ada di dalam hutan to,” kujawab pertantyaan Anto dan semua manggut manggut.
“Yap betul itu adalah petunjuk selanjutnya .“
“Kenapa itu dianggap sebagai petunjuk” Asep bingung.
“Masih belum tau juga ya,” Asep manggut-manggut.
“Begini saudara-saudara nama dari air terjuan itu air terjun holi, kalau dalam bahasa inggris holi berubah menjadi holy, suci. Dan nama air terjun itu adalah air terjun suci, maka dari itu aku ambil kesimpulan tersebut,” Anto mengakhiri penguraian petunjuknya.
Kami pun melanjutkan perjalanan panjang ini. Perjalanan kedua dimulai dari pohon bola bulat. Perjalanan kedua dimulai dengan arahan Anto.
Pemempin petualangan mencari hartakarun kali ini adalah Iwan. Iwan berada dibarisan paling depan karena Iwan adalah sosok kuat yang dihormati anak-anak sekitar desa sukamaju, Iwan juga paling ajago berantem, maka Iwan dipilih sebagai pemimpin petualangan.
Belum sampai setengah perjalanan, kami menemui sebuah halangan yaitu munculnya asap pekat. Tiba tiba aku marasa badanku ringan setelah menghirup aroma dari asap itu dan setelah itu aku tak sadarkan diri.

******
Tiba-tiba aku terbangun, tubuhku terikat oleh tali, tali itu sepertinya tterbuat dari kulit rotan. Sepertinya kami berada di dalam sebuah ruangan kuno. Ruangan itu mamiliki pintu terbuat dari besi. Bentuknya menyerupai jeruji besi dio penjara. Di depan pintu ada terowongan yang bercabang. Terowongan itu cukup untuk masuk seorang laki-laki dewasa.
Anto, Asep, dan Iwan terbangun, mereka juga terikat seperti aku. Aku membisiki mereka dan sedikit bertanmya setelah aku pingsan. Iwan berkata sebelum ia pingsan ia melihat sesosok makluk aneh yang membopong kami, dan akhirnya pun ia pingsan. Ku tanyai Asep dan Anto, tetapi mereka berkata bahwa mereka pingsan lebih dahulu dari pada kami.
Dari terowongan terlihat sesosok makluk yang dibicarakan oleh Iwan. Mata makhluk itu menyala merah terang. Tinggi mereka sekitar sepinggang kami. Makluk itu memiliki rambut yang panjang sampai menjulur ketanah. Gigi mereka panjang seperi gigi macan. Mereka menghampiri kami membawakan kami buah-buahan untuk dimakan.
“Siapa kalian berani beraninya menanggkap kami,” Iwan membentak mereka.
“Hai anak muda berani sekali kalian dengan kami,” mereka membentak kami juga.
“Kenapa kalian menahan kami,” tanya Iwan lagi.
“Karena kalian menggangu kami,”mereka menjawab.
“Siapa sebenarnya kalian,” sepertinya aku kenal suara ini.
“Kamu lupa padaku,” makhluk itu menanyaiku
“Siapa kamu, jelaskan dimana ini,” aku bertanya dengan membentak pada makhluk itu.
Makhluk itu pun mendekat, dia memasukan tanganya, meminta tanganku untuk mendekatkan pada tangannya. Dia memberiku poto, dan menutupkan pada jemariku. Kulihat gambar pada poto itu poto itu adalah poto kakekku. Dan dia berkata.
“Itu potoku saat aku muda dulu,” dia membuatku kaget .
Aku bertanya kepadanya. aku masih ragu.
“Benarkah itu kau”
dia menjawab dengan dingin
“Ya … itu aku”
“Bohong … bohong … “ aku menyangah perkataannya.
“Itu benar, masih ingatkah kalian akan cerita pohon aneh di utara danau,”dia menghentikan pembicaraannya.
“Dahulu kami adalah pahlawan pejuangan Indonesia, kami dijuluki gagak hitam. Itu karenakami adalah orang yang sangat ditakuti oleh para oejuang Belanda,” dia berhenti sejenak agar kami bisa merenung.
“Suatu hari kami masuk kedalam pohon yang bulat di utara danau, sampai suatu ketika ada seorang yang disewa Belanda agar kami menjadi makhluk yang mengerikan seperti sekarang.” sepertinya ada luka didalam hatinya yang menyebabkan makhluk itu menjadi bersemangat,
”Kami tidak mungkin bisa menjadi manusia lagi kecuali menghisap darah manusia,” mendengar itu kami jadi merinding.
“Kami akan hidup selamanya, bila kami tidak bisa menghisap darah manusia pada malam puncak purnama. Itu adalah penyebap aku menjadi seperti ini,”
“Kapan kau menjadi seperti ini,” sepontan Anto bertanya padamakluk itu.
“Aku menjadi seperti ini sekitar satu tahun yang lalu, saat itu aku pergi kehutan untuk mencari darah manusia, tetepi ketika aku mendapat mangsa tiba-tibadari belakangku ada yang memukul kepalaku, dan akhirnya aku pun menjadi yang seperti ini.”
aku jadi teringat kakek, dulu kakek pergi ke hutan, dan paginya kakek dikabarkan meninggal. Aku bertanya kepadanya.
“Siapa nama anda,”aku bertanya padanya.
“Nama ku Sanusi,” jawabnya dengan mantap.
Aku kaget setengah mati, berarti dia adalah kakek ku. Aku tak percaya beliau sudah mati satu tahun yang lalu. Bagaimana mungkin dia masih hidup.
“Berarti kau adalah kakekku,” dia seperinnya kaget.
“Memang siapa kamu, sebenarnya aku juga punya cucu, mukanya mirip sepertimu, namanya Bima wibisana,”jawabnya panjang lebar.

*******
Kami mengatakan tujuan kami pada dia, maka dia bersetuju untuk membantu kami. Mereka juga sudah mengetahui perihal peta itu. Mereka mengantarkan kami pada tempat terakhir pada peta itu yaitu gua suci.
Gua itu berada di bagian tengah gunung bunder. Tempat itu banyak ditumbuhi oleh tanaman tanaman raksasa. Kami pun masuk kedalam gua gua itu lurus tidak berbelok. Sampailah kami pada bagian kotak harta karun itu. Tertulis tulisan yang memberi ancaman keras agar tidak mengambil kotak hartakarun, dan pada dinding atas kotak itu bertuliskan
hanya keturunanku yang bisa mengambilnya (Sanusi III)
Kami pun bergegas mengambilnya. Karena ada tulisan Sanusi. Sanusi maksudnya adalah nama kakekku, maka aku pun yang berhak untuk mengambil kotakitu. Ketika kotak itu berhasil kuambil. Terjadi kejadian yang diluar kehendaku. Ternyata para makluk itu memberontak dan mereka ingin mengambil kotak itu.
“Serahkan kotak itu anak manis dan kami akan segera memakan kalian,” mereka berkata seenaknya.
“kenapa kalian menghianati kami,” Anto menjadi histeris ketika para makhluk kerdil itu menghianati mereka.
“Kami adalah makhluk yang menunggu kebebasan kami sejak dahulu,”mereka berkata dengan teneng.
Aku tak habis pikir ternyata mereka mengelabuhi kami. Mereka kembali mengancam kami.
“Serahkan atau kalian ku makan hidup-hidup,”mereka membentak kami dengan garang.
“Setiap perbuatan buruk pasti akan kalah dengan perbuatan baik” terdengar suara yang tidak asing ditelingaku, yaitu kakek. Kakek datang dengan mengenakan pakaian bernuansa putih.
“Kenapakau datang lagi orang tua,” para makhluk itu meneriaki kakek.
“Kalian tidak berhak mengganggu keturunanku para gagak hitam,”kakek membalas ucapan mereka dengan dingin.
“Apa yang kalian inginkan,” kata kakek pada mereka.
“Aku menginginkan kekuatan pada isi kotak itu.”
akhirnya kakek memberikan kotak itu pada makluk itu. Sepertinya ada tindakan udang dibalik batu. Seperti dugaanku, ketika kotak itu dibuka oleh makluk-makhluk aneh itu kotak itu mengeluarkan caraya yang sangat terang yang menyebabkan seisi ruangan menjadi terang, hal itu menyebabkan Iwan, Anto, dan Asep pun pingsan. Makhluk aneh itu pun lenyap bersamaan dengan hilangnya cahaya terang.
Setelsh itu kakek mendekat dan berkata
“Tutuplah matamu dan kau akan kembali pulang,”
“Bagai mana Iwan dan kawan-kawan kek,”aku memestikan keadan Anto dan yang lain.
“Mereka sudah pulang dari pada kamu,”kakek memberi penjelasan singkat.
Akupun menutup mata dan tubuhku serasa terbang dengan kecepatan cahaya. Aku merasa badanku hilang tak berbekas. Setelah beberapa detik aku pun membuka mataku.
Tiba setelah itu aku berada diranjang, Ana membangunkanku.
“Kak bangun kak ditunggu temannya tuh di depan rumah.”
“Aku masuh kaget karena tadi aku berada di gua yang gelap dan seketika aku berada di rumah nenek.”
terselip di kantong bajuku sebuah amplop. Ku buka amplop itu, ternyata berisi dua buah cincin dan sebuah surat.
Pada cucu ku yang kusayangi ku berikan cincin ini padamu
ini adalah cincin pernikahan aku dan nenekmu
jagalah baik baik jangan sampai hilang
katakan pada teman temanmu untuk merahasiakan ini dari siapapun
dan kalian adalah penerus gagak hitam

Sanusi III

Demikian lah surat dari kakekku. Aku memmberitahukan kabar gembira ini pada teman temanku. Dan sampai saat ini dua hartakarun itu masih bersamaku.

********

Tidak ada komentar:

Posting Komentar