Laman

Selasa, 05 Oktober 2010

Bogor... kota yang sekarat..

Bogor Kotaku
Kota Bogor dulu akrab dengan sebutan Kota Hujan. Kota yang subur, indah, aman, tenteram, dan kaya akan sumber daya alam (SDA). Di mana-mana ada hamparan kebun teh, lahan yang amat hijau, jika dilihat dari udara terlihat seperti hamparan padang rumput yang sangat luas.

Di mana-mana air bersih tersedia, tumbuhan hidup berdampingan dengan damai, tumbuh hidup dan bermekaran, berlomba-lomba untuk menunjukkan keindahannya, udara bersih bisa dihirup setiap waktu, tumbuhan liar maupun tumbuhan di pekarangan menunjukkan keanggunannya, tak kenal siapa lawannya. Mawar dengan duri di sekeliling tubuhnya tak malu untuk memperlihatkan kuncupnya yang indah, melati tidak mau kalah, dengan warna putih seperti salju, masing-masing yakin dialah yang paling indah.

Lahan luas ditumbuhi tumbuhan-tumbuhan liar yang kita sebut sebagai hutan. Hutan menjadi tempat tinggal yang melebihi rumah, ruko, bahkan hotel berbintang lima, bagi mahkluk yang hidup dan tinggal di dalamnya. Orang-orang rimba dan hewan-hewan di dalamya berusaha untuk menjaga dan melestarikannya.

Namun, kini apa yang kita lihat dari kota Bogor. Kota yang dulu bersih, indah, dan subur. Lahan yang hijau dan asri kini telah menjadi gersang, air yang dulu berlimpah ruah kini sangat sulit didapat. Tumbuhan-tumbuhan yang dulu berlomba-lomba untuk menunjukkan keanggunannya kini malu untuk menunjukkan keanggunannya. Hutan yang dulu lebat oleh tumbuhan yang rindang kini telah menjadi gundul, orang-orang rimba dan hewan-hewan yang tak berdaya pun jadi korban, mereka kehilangan rumah dan tempat tinggal.

Apa yang sebenarnya terjadi di kota ini? Apa sebabnya? Sebabnya adalah kini tak ada lagi yang mau peduli terhadap lingkungan. Hutan habis dibalak tidak tersisa oleh para pembuka lahan yang membuka lahan dengan cara membakar hutan dan lain-lain. Hutan yang dulu hijau dan lebat kini telah menjadi gersang dan gundul, hutan yang dipenuhi pohon-pohon yang menjulang tinggi. Namun, kini sebagian hutan di Bogor kini telah habis tidak tersisa, yang tersisa hanyalah pohon-pohon yang telah rubuh, batang-batang pohon yang berjejeran di atas truk pengangkut barang dan duka dan lara orang-orang rimba dan hewan-hewan yang hidup di dalamnya.

Apa akibat dari hutan yang gundul ini? Akibatnya adalah hewan-hewan yang kehilangan rumah, orang-orang rimba yang kini menangis meratapi rumah mereka yang telah hancur, mereka tidak tahu apa-apa. Longsor, banjir, dan erosi terjadi di mana-mana. Mana bukti kepedulian masyarakat terhadap pelestarian hutan di Indonesia tercinta ini?

Apakah ini bukti dari kepedulian masyarakat? Hutan yang dulu kaya akan sumber daya alam kini telah hilang ditelan perut bumi. Diapakan seisi hutan ini? Ternyata, kayu-kayu yang didapat para pembalak liar dari membalak seisi hutan ini dijual di dalam dan diekspor keluar negri. Mereka tak memikirkan apa dampak buruk dari perbuatan yang mereka lakukan sehabis menbalak seisi hutan. Yang mereka pikirkan hanyalah duit, duit, dan duit terus, untuk kesenagan hidup mereka masing-masing. Orang-orang tak berdosa mendapat dampak buruknya.


Akibat perbuatan mereka siklus udara di alam kini tidak terkendali lagi. Ozon yang melindungi bumi semakin menipis dan bolong hampir sebesar Benua Amerika, bumi semakin memanas, tanh-tanah kering kerontang, air laut semakin lama semakin meninggi, es yang berada di kutub Utara dan kutub Selatan perlahan-lahan mulai mencair, lama-lama pulau-pulau akan tenggelam, karbondioksida di alam semakin banyak dan tebal akibat berkurangnya tumbuhan di alam dan oksigen semakin berkurang.

Bogor kini begitu gersang. Di mana-mana ada rakyat yang meminta-minta bahkan di jalan raya pun, udara kini tidak seperti sedia kala, tidak lagi sejuk, di mana-mana ada hutan gundul. Menurut hasil survei yang dimuat harian Kompas beberapa bulan lalu, hasilnya sangat mengejutkan yaitu, ”Sebagian daerah di wilayah Bogor mengalami kekeringan, masyarakat sulit mendapat air yang begitu bersih.” Ini menunjukkan hal baru yang sangat tidak sinkron dengan Bogor beberapa tahun lalu.

Sebenarnya, bukan hanya di wilayah Bogor saja yang hutannya habis digunduli. Kompas (Sabtu, 1 Desember 2007) juga menulis bahwa ”Pembukaan lahan dengan cara membakar hutan di Sumatra Selatan semakin marak, pembakaran di antaranya terjadi pada di Kecamatan Tlang Kelapan, Kabupaten Banyuasin”.

Kejadian-kejadian ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia tidak mau mencintai lingkungan, terutama hutan. Bahkan, program yang dicanangkan pemerintah sekalipun dilanggar. Sekarang fakta yang terlihat adalah bangunan-bangunan pencakar langit, perumahan warga, bukan hutan.

Seperti yang kita ketahui sendiri bahwa sampai saat ini hutan yang melimpah terdapat di Indonesia setelah hutan Amazon di Amerika hangus terbakar. Seharusnya kita malu kepada dunia karena kita sendiri semakin lama akan menghancurkan bumi dengan cara menghabiskan seluruh hutan. Seharusnya kita bersyukur karena kita berada atau tinggal di Indonesia. Karena tanahnya amat sangat subur, dan cocok untuk bertanam, tapi kenapa kita tidak memanfaatkan ini semua?

Satu lagi masalah di Indonesia adalah degradasi hutan, atau penurunan fungsi hutan dalam penerapan karbon (carbon sink) maupun penyimpanan karbon (carbon stock). Seharusnya negara-negara di dunia, apa lagi negara-negara berpendapatan per kapita terbesar yang salah satunya adalah Amerika Serikat, dinilai patut membayar negara-negara berkembang, seperti Indonesia yang memiliki keterbatasan dalam mengupayakan pencegahan degradasi hutan. Degradasi hutan terjadi akibat kekeringan yang berkepanjangan, kebakaran, banjir, serta tanah longsor akibat perubahan iklim.

Sungguhlah amat malang nasib negara Indonesia tercinta ini. Hutan melimpah, para pembalak liar pun ikut melimpah. Padahal kita sudah tahu apabila hutan ditebang, akan terjadi peningkatan gas rumah kaca (GRK), baik melalui proses dekomposisi maupun pembakaran (sumber energi).

Dan juga kita ketahui fungsi hutan terhadap iklim. Fungsi-fungsi hutan yaitu:
1. Penyerap Gas Rumah Kaca (GRK, “rosot”atau”sink”) dan penghasil O2 terbesar
2. Sumber emisi GRK(“source”)
3. Sebagai pengatur keseimbangan di alam dan pola tekanan di atmosfer
4. Pengatur siklus air dan hidrologi

Otarki
Beruntunglah kita ini tinggal di Indonesia, apalagi yang tinggal did aerah Bogor. Tidak sulit rasanya untuk menumbuhkan atau menanam tanaman dan pohon. Karena Indonesia adalah tempat yang cocok untuk menanam tanaman. Hal yang kita anggap sulit justru, menimbulkan etos menanam dan mencintai lingkungan itu sendiri.

Nah, kini OSIS SMART Ekselensia Indonesia atau yang akrab disebut OASE ini mengadakan suatu hal yang sangat unik, hal unik itu adalah membuat “Hutan Mini” yang berlandaskan dengan sistem “otarki”. Sekolah yang terletak di kawasan Parung, Bogor ini adalah sekolahku. Siswa-siswanya berasal dari seluruh pelosok Indonesia, dan juga memiliki siswa-siswa yang berprestasi. Saya sendiri berasal dari Kabupaten Maluku Tenggara.

Sementara itu jargon kampanye yang kami pakai untuk program Hutan Mini ini adalah Otarki, alias menanami pekarangan dan penghijauan lingkungan. Otarki ini identik dengan negeri Sakura, alias Jepang. Keterbatasan tanah yang dapat ditanami serta etos kemandirian yang dimiliki menjadikan otarki tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi.

Dalam definisi yang sederhana, otarki berarti budaya menanami pekarangan dengan tanaman konsumtif, termasuk di dalamnya tanaman obat-obatan. Selama ini luas pekarangan yang dimiliki mayoritas masyarakat Indonesia belum tergarap dengan begitu maksimal.

Untuk pekarangan rumah yang luasnya hanya 1 x 2 meter, seseorang dapat menanam 1 pohon terong yang merambat, 1 pohon kunyit, 1 pohon jahe, 3 pohon cabai, 1 pohon tomat dan 1 pohon lengkuas yang masing-masing ditanam di dalam pot berukuran sedang. Sebagai penyejuk, seseorang dapat menanami pohon belimbing, rambutan, mangga, jambu air, jambu biji, atau pohon-pohon lainnya yang buahnya berukuran kecil atau sedang.

Hutan Mini ini direncanakan berada di areal tanah yang terletak di belakang sekolah, kami menanami sayuran kangkung, bayam, ketela pohon, dan juga pohon jambu biji, pohon jambu air, dan juga pohon jeruk yang berlandaskan pada otarki.

Seluruh aktivitas Hutan Mini dikerjakan dan dilaksanakan oleh siswa SMART Ekselensia Indonesia. Tak tanggung-tanggung kami mengerjakannya mulai dari penyemaian bibit, penyiapan lahan tanam, pemberian pupuk kandang, hingga penanaman.

Untuk menyemai bibit bayam, kami membuat bedengan yang disirami setiap pagi oleh siswa yang ditunjuk. Tujuan dilakukannya program Hutan Mini adalah untuk mewujudkan cita-cita kami yaitu lingkungan yang hijau dan hutan yang dilestarikan dari generasi ke generasi penerus bangsa Indonesia.

Kami memelihara Hutan Mini dengan segenap kasih sayang yang kami miliki. Walaupun hanya hutan yang jumlah pohonnya dapat dihitung dengan jari, tetapi kami tetap menyebutnya hutan. Kami memelihara dan merawat tanaman yang ditanam di area hutan mini. Kami terus berusaha agar hutan mini dapat memberikan hasil yang maksimal.

Setelah beberapa minggu ditanam, akhirnya kami dapat memanen bayam dan kangkung. Divisi pemasaran mulai beraksi untuk menawarkan bayam dan kangkung hasil kerja keras kami. Divisi pemasaran mulai menawarkan dari guru-guru hingga ke kayawan-karyawan sekolah, usahanya tidak sia-sia. Kami menawarkan dengan harga yang bersaing. Kalau membeli tentu ada bonusnya, bonusnya adalah senyuman manis dari para salesman kami.

Oh ya, program hutan mini juga turut diikuti oleh sebagian guru, mereka menanam bayam dan cabai. Kami sih sangat tidak menganggap kalau guru-guru sebagai kompetitor di pasar bayam. Kami justru sangat bersyukur karena kami sudah bisa menginspirasi orang lain untuk ikut menanam dan melestarikan hutan.

Manfaat dari program hutan mini adalah dapat mencegah global warming, melestarikan lingkungan hijau, melestarikan hutan, menciptakan etos menanam, menciptakan etos kemandirian, etos untuk mencintai hutan dan tumbuhan-tumbuhan yang berada di dalamnya.

Setelah proram hutan mini yang pertama berhasil, OSIS SMART Ekselensia Indonesia mengagendakan lagi program hutan mini yang kedua. Agenda yang dicanangkan oleh OSIS SMART Ekselensia Indonesia akhirnya tercapai juga. Hutan mini yang kedua yang masih berlandaskan otarki akan segera dilaksanakan. Hutan mini kali ini ditambah sedikit namanya menjadi Hutan Mini Papikong SMART. Apa maksudnya? Maksudnya adalah hutan mini yang di dalamnya terdapat pohon pepaya, pisang, dan singkong milik SMART.

Program hutan mini kali ini tidak memakai bibit. Tetapi dengan cara mencangkok. Karena kali ini mencangkok jadi kali ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menumbuhkannya. Mungkin kira-kira 2 atau 3 bulanan. Tapi, kami tetap sabar untuk menunggu hasilnya.

Seperti tahun lalu seluruh aktivitas hutan mini Papikong dikerjakan dan dilaksanakan oleh siswa. Di saat mencangkok ada sedikit masalah, masalahnya adalah sebagian cangkokan singkong mati dan busuk. Jadi pohon singkong yang tersedia tinggal sedikit dan banyak yang tidak berhasil.

Akhirnya, saat yang kami tunggu-tunggu telah tiba. Seluruh cangkokan yang tersisa mengahasilkan buahnya masing-masing dan kini kami tinggal memanennya saja agar bisa dinikmati kelezatannya oleh semua orang.

Sebagian buah-buah tersebut kami distribusikan lagi dan sisanya dimakan bersama. Tentu saja divisi pemasaran mulai beraksi lagi setelah sekian lama tidak melakukan aksinya. Divisi pemasaran mulai beraksi merayu guru-guru hingga karyawan sekolah untuk membeli buah-buahan hasil produksi kami sendiri. Dan hasilnya, cukup banyak peminat buah-buahan kami. Di saat membeli, tak lupa ada senyum manis dari para salesman kami tentunya.

Jadi saudara-saudari semua, saya mengajak kita semua untuk peduli, menjaga, dan melestarikan lingkungan terutama hutan untuk generasi-generasi penerus bangsa ini. Bagi yang mempunyai harta lebih mungkin dapat membuat hutan mini di belakang rumah.

Oh ya, hutan mini di sekolahku tidak seperti yang saudara-saudari pikirkan dan bayangkan. Hutan mini ini hanya mempunyai luas kira-kira 1 x 5 meter. Walaupun ukurannya sangat kecil kami tetap menyebut sebagai hutan seperti biasanya, karena cita-cita kami adalah lingkungan yang hijau dan hutan yang dilestarikan dari generasi ke generasi penerus bangsa Indonesia. Mari lestarikan Hutan Indonesia.

“Tahu maka kenal, kenal maka sayang, sayang maka bersahabat, dan bersahabat tentu ikhlas melestarikan”

“Menanam pohon dan melindunginya adalah wujud cinta tanaman dan awal dari proses melestarikan hutan”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar